hukum KB dalam pandangan islam
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
LATAR BELAKANG
Dewasa ini jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke
tahun semakin bertambah, kalau kita cermati data yang ada di dinas Sensus
Kependudukan Negara ini, dalam setiap tahun, bulan bahkan hari selalu ada bayi
yang lahir, hal ini sangat berpengaruh pada perkembangan perekonomian Negara,
apalagi Negara kita termasuk Negara yang masih berkembang, dengan begitu
melonjaknya jumlah penduduk dari tahun ke tahun, pemerintah mencanangkan
gerakan Keluarga Berencana sebagai salah satu solusi untuk menghambat
kelonjakan pertumbuhan penduduk tersebut, hakikatnya dalam suatu keluarga
berencana itu idealnya hanya memiliki dua orang anak.
Penduduk Indonesia yang mana mayoritas menganut agama
islam mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang setiap
kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, dalam hal ini khususnya
kebijakan tentang Keluarga Berencana. Untuk itu diharapakan agar umat islam
khususnya memperhatikan dan menerapkan pentingnya keluraga berencana tersebut
dalam setiap mereka melangsungkan perkawinan, disini perlu kita ketahui bersama
bahwa antara maksud dan tujuan agama Islam (maqasih syari’ah) dari adanya
pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan (littanasul) dan menghindari suami
atau isteri jatuh kepada perbuatan zina. Oleh karena itu, dalam banyak hadits
disebutkan bahwa Rasulullah saw memerintahkan ummatnya untuk menikahi wanita
yang penyayang dan subur (untuk memperoleh keturunan).
Dalam sebuah hadits shahih riwayat Imam Ahmad dari
Anas bin Malik disebutkan seperti di bawah ini:Artinya: “Dari Anas bin Malik,
bahwasannya Rasulullah saw memerintahkan kami untuk menikah, dan melarang
dengan sangat keras untuk tidak menikah. Beliau kemudian bersabda: “Nikahilah
oleh kalian (perempuan) yang penyayang dan subur untuk memperoleh keturunan,
karena sesungguhnya saya kelak pada hari Kiamat adalah yang paling banyak
ummatnya” (HR. Ahmad).
Bahkan, bukan hanya itu, dalam sebuah hadits shahih
lainnya yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Nasai, dari Ma’qal bin
Yasar, bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw sambil berkata: “Ya
Rasulullah, saya mendapatkan seorang wanita dari keturunan yang sangat baik dan
sangat cantik, akan tetapi dia mandul (tidak dapat hamil), apakah saya boleh
menikahinya?” Rasulullah saw menjawab: “Nikahilah oleh kamu (perempuan) yang
penyayang dan subur, karena aku kelak pada hari Kiamat yang paling banyak
ummatnya”.
Keluarga Berencana secara prinsipil dapat diterima
oleh Islam, bahkan keluarga berencana dengan maksud menciptakan keluarga
sejahtera yang berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan
dengan tujuan syari`at Islam yaitu mewujudkan kemashlahatan bagi umatnya.
Selain itu, Kb juga memiliki sejumlah manfaat yang dapat mencegah timbulnya
kemudlaratan. Bila dilihat dari fungsi dan manfaat KB yang dapat melahirkan
kemaslahatan dan mencegah kemudlaratan maka tidak diragukan lagi kebolehan KB
dalam Islam.
BAB II
PERMASALAHAN
Dari latar belakang diatas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam makalah ini adalah:
Dari latar belakang diatas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam makalah ini adalah:
1. apakah keluarga berencana tersebut diatur dalam
hukum islam?
2. apakah agama islam meperbolehkan keluarga berencana
tersebut? Kalau hal itu diperbolehkan sejauh mana batasannya?
BAB III
PEMBAHASAN
A. KELUARGA BERENCANA DALAM PANDANGAN ISLAM
A. KELUARGA BERENCANA DALAM PANDANGAN ISLAM
1. Defenisi Keluarga Berencana
Keluarga berencana (KB) adalah istilah resmi yang
dipakai dalam lembaga-lembaga Negara kita seperti BKKBN. Keluarga Berencana
juga mempunyai arti yang sama dengan istilah arab ”tandhdimunnahli” yang artinya
pengaturan kelahiran, bukan ”tahdziidhunnahli” yang artinya pembatasan
kelahiran .
Sementara dalam literatur keluarga berencana berarti
pasangan suami istri yang telah mempunyai perencanaan yang kongkrit mengenai
kapan anaknya diharapkan lahir agar setiap anaknya lahir disambut dengan rasa
gembira dan syukur dan merencanakan berapa anak yang dicita-citakan, yang
disesuaikan dengan kemampuannya dan situasi kondisi masyarakat dan negaranya.
2. Keluarga Berencana Dalam Agama Islam
a. Pandangan Al-Qur’an Tentang Keluarga Berencana
Dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang memberikan
petunjuk yang perlu kita laksanakan dalam kaitannya dengan KB diantaranya ialah
:
Surat An-Nisa’ ayat 9, yang artinya:
“Dan hendaklah takut pada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah. Mereka khawatir
terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Selain ayat diatas masih banyak ayat yang berisi
petunjuk tentang pelaksanaan KB diantaranya ialah surat al-Qashas: 77,
al-Baqarah: 233, Lukman: 14, al-Ahkaf: 15, al-Anfal: 53, dan at-Thalaq: 7.
Dari ayat-ayat diatas maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa petunjuk yang perlu dilaksanakan dalam KB antara lain, menjaga kesehatan
istri, mempertimbangkan kepentingan anak, memperhitungkan biaya hidup brumah
tangga.
b. Pandangan al-Hadits Tentang Keluarga Berencana
Dalam Hadits Nabi diriwayatkan:
“sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli
warismu dalam keadaan berkecukupan dari pada meninggalkan mereka menjadi beban
atau tanggungan orang banyak.”
Dari hadits ini menjelaskan bahwa suami istri
mempertimbangkan tentang biaya rumah tangga selagi keduanya masih hidup, jangan
sampai anak-anak mereka menjadi beban bagi orang lain. Dengan demikian
pengaturan kelahiran anak hendaknya dipikirkan bersama.
B. HUKUM KELUARGA BERENCANA
1. Menurut al-Qur’an dan Hadits
Sebenarnya dalam al-Qur’an dan Hadits tidak ada nas
yang shoreh yang melarang atau memerintahkan KB secara eksplisit, karena hukum
ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum Islam. Tetapi dalam al-Qur’an ada
ayat-ayat yang berindikasi tentang diperbolehkannya mengikuti program KB,
yakni karena hal-hal berikut:
• Menghawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 195, yang
artinya:
“Janganlah kalian menjerumuskan diri dalam kerusakan”.
• Menghawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan
penghidupan hal ini sesuai dengan hadits Nabi:
“Kefakiran atau kemiskinan itu mendekati kekufuran”.
• Menghawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak
bila jarak kelahiran anak terlalu dekat sebagai mana hadits Nabi: “Jangan
bahayakan dan jangan lupa membahayakan orang lain.
2. Menurut Pandangan Ulama’
a. Ulama’ yang memperbolehkan
Diantara ulama’ yang membolehkan adalah Imam
al-Ghazali, Syaikh al-Hariri, Syaikh Syalthut, Ulama’ yang membolehkan ini
berpendapat bahwa diperbolehkan mengikuti progaram KB dengan ketentuan antara
lain, untuk menjaga kesehatan si ibu, menghindari kesulitan ibu, untuk
menjarangkan anak. Mereka juga berpendapat bahwa perencanaan keluarga itu tidak
sama dengan pembunuhan karena pembunuhan itu berlaku ketika janin mencapai
tahap ketujuh dari penciptaan. Mereka mendasarkan pendapatnya pada surat
al-Mu’minun ayat: 12, 13, 14.
b. Ulama’ yang melarang
Selain ulama’ yang memperbolehkan ada para ulama’ yang
melarang diantaranya ialah Prof. Dr. Madkour, Abu A’la al-Maududi. Mereka
melarang mengikuti KB karena perbuatan itu termasuk membunuh keturunan seperti
firman Allah:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena
takut (kemiskinan) kami akan memberi rizkqi kepadamu dan kepada mereka”.
C. BATASAN KELUARGA BERENCANA DALAM ISLAM
Mengenai boleh atau tidaknya keluarga berencana dalam
islam, terjadi pro dan kontra, ada yang melarang dan ada yang memperbolehkan
seperti yang diuraikan sebelumnya. Walaupun demikian dalam makalah ini saya
setuju dengan dibolehkannya kelurga berencana, karena dengan begitu akan
mempermudah pemerintah untuk pemerataan perekonomian sebagai salah satu upaya
pemerintah dalam mensejahterakan warga negaranya.
Ada banyak pendapat mengenai boleh atau tidaknya KB
dalam pandangan islam antara lain:
Mahmud Syaitut berpendapat, kalau program KB itu
dimaksudkan sebagai usaha pembatasan anak dalam jumlah tertentu, misalnya hanya
3 anak untuk setiap keluarga dalam segala kondisi tanpa kecuali, maka hal
tersebut bertentangan dengan syariat Islam, hukum alam dan hikmah Allah
menciptakan manusia ditengah-tengah alam semesta ini untuk kesejahteraan
hidupnya. Tetapi jika kelahiran atau usaha pencegahan kehamilan sementara atau
untuk selamanya , sehubungan dengan kondisi khusus, baik untuk kepentingan
keluarga yang bersangkutan maupun untuk kepentingan masyarakat dan negara tidak
dilarang oleh agama. Misalnya suami/istri menderita penyakit yang berbahaya
yang bisa menurun kepada keturunannya.(Vide Mahmud Syaitut, Al-Fatawa . Darul
Qalam, s.a, hlm.294-297)
Jika program Keluarga Berencana (KB) dimaksudkan untuk
membatasi kelahiran, maka hukumnya tidak boleh. Karena Islam tidak mengenal
pembatasan kelahiran (tahdid an-nasl). Bahkan, terdapat banyak hadits yang
mendorong umat Islam untuk memperbanyak anak. Misalnya: Tidak bolehnya membunuh
anak apalagi karena takut miskin (QS. al-Isra’: 31), perintah menikahi
perempuan yang subur dan banyak anak, penjelasan yang menyebutkan bahwa
Rasulullah berbangga di Hari Kiamat dengan banyaknya pengikut beliau (HR.
Nasa’i, Abu Dawud, dan Ahmad), dan sebagainya. Yang dikenal dalam Islam adalah
pengaturan kelahiran (tanzhim an-nasl). Hal ini didasarkan pada para sahabat
yang melakukan azal di masa Nabi, dan beliau tidak melarang hal tersebut. (HR.
Bukhari dan Muslim). Azal adalah mengeluarkan sperma di luar rahim ketika
terasa akan keluar, atau istilah medisnya Coitus interuptus atau senggama
terputus, yaitu dilakukan sewaktu berhubungan suami isteri , dimana pengeluaran
dari sperma dilakukan diluar vagina.
Beberapa alasan yang membenarkan pengaturan kelahiran
antara lain: pertama, kekhawatiran akan kehidupan dan kesehatan ibu jika ia
hamil atau melahirkan, berdasarkan pengalaman atau keterangan dari dokter yang
terpercaya. Firman Allah: “Dan janganlah kalian campakkan diri kalian dalam
kebinasaan.” (QS. al-Baqarah: 195)., khawatir akan kesulitan materi yang
terkadang menyebabkan munculnya kesulitan dalam beragama, lalu menerima saja
sesuatu yang haram dan melakukan hal-hal yang dilarang demi anak-anaknya. Allah
berfirman: “Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki
kesulitan.” (QS. al-Baqarah: 185). Ketiga, alasan kekhawatiran akan nasib
anak-anaknya; kesehatannya buruk atau pendidikannya tidak teratasi). Alasan
lainnya adalah agar bayi memperoleh susuan dengan baik dan cukup, dan
dikhawatirkan kehadiran anak selanjutnya dalam waktu cepat membuat hak
susuannya tidak terpenuhi. Membatasi anak dengan alasan takut miskin atau tidak
mampu memberikan nafkah bukanlah alasan yang dibenarkan. Sebab, itu
mencerminkan kedangkalan akidah, minimnya tawakal dan keyakinan bahwa Allah
Maha Memberi rezeki. Allah Swt. berfirman: “Dan janganlah kalian membunuh
anak-anak kalian karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka
dan kepada kalian.” (QS. al-Isra: 31).
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa didalam
Al-qur`an dan Hadist , yang merupakan sumber pokok hukum Islam dan yang menjadi
pedoman hidup umat islam, tidak ada nas yang sharih (clear steatment) yang
melarang ataupun yang memerintahkan ber-KB secara eksplisit. Karena itu hukum
ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah kaidah hukum islam yang menyatakan Pada
dasarnya segala sesuatu perbuatan itu boleh , kecuali ada dalil yang menunjukan
keharamannya.
Selain berpegang dengan kaidah hukum islam tersebut
diatas , kita juga bisa menemukan beberapa ayat Al-qur`an dan Hadist Nabi yang
memberikan indikasi, bahwa pada dasarnya Islam memperbolehkan orang ber-KB.
Bahkan kadang-kadang hukum ber-KB itu bisa berubah dari mubah (boleh) menjadi
sunah, wajib makruh atau haram , seperti halnya hukum perkawinan bagi orang
islam yang hukum asalnya mubah. Tetapi hukum mubah ini bisa berubah sesuai
dengan kondisi dan situasi individu muslim yang bersangkutan dan juga
memperhatikan perubahan zaman, tempat dan keadaan masyarajkat dan negara. Hal
ini sesuai dengan kaidah hukum islam yang artinya: hukum – hukum itu bisa
berubah sesuai dengan perubahan zaman tempat dan keadaan.
Ayat-ayat Al-qur`an yang dapat dijadikan dalil untuk
dibenarkan ber-KB antara lain:
• Surat An-nisa ayat 9 yang artinya
”Dan hendaklah orang-orang merasa khawatir kalau
mereka meninggalkan dibelakang mereka anak cucu yang lemah , yang mereka
khawatir akan kesejahteraanya . oleh karena itu hendaknya merka bertakwa kepada
Allah dan hendaknya mengucapkan yang benar”.
• Surat Al-Baqarah ayat 233 yang artinya :
”Para ibu hendaknya menyusui anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi orang yang ingin menyempurnakan penyusuannya. Dan ayah
berkewajiban memberi makan dan pakaian kepada ibu dengna cara yang patut.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya . Janganlah
seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan ahli warisnya
berkewajiban demekian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengna kerelaan dari keduannya untuk musyawarah , maka tidak adadosa atau
keduanya. Dan jika ingin anaknya disusukan oleh orang lain , maka tidak ada
dosa baginya apabila kamu memberikan pembayaran mneurut yang patut. Bertakwalah
kepada Allh dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
• Surat Luqman ayat 14, yang artinya:
”Dan Kami amanatkan kepada manusia terhadap kedua
orang tuanya. Ibunya yang telah mengandung dalam keadaan lemah dan telah
menyapihnya dalam dua tahun . bersyukurlah kepada-KU dan kepada orang tuamu.
KepadaKu-lah kamu kembali.”
Dari ayat-ayat diatas memberi petunjuk kepada kita
bahwa kita perlu melaksanakan perencanaan keluarga atas dasar mencapai
keseimbangan antara mendapatkan keturunan dengan:
• Terpeliharanya kesehatan ibu anak, terjaminnya
keselamatan jiwa ibu karena beban jasmani dan rohani selama hamil , melahirkan,
menyusui dan memelihara anak serta timbulbya kejadian-kejadian yang tidak
diinginkan dalam keluarganya.
• Terpeliharanya kesehatan jiwa , kesehatan jasmani
dan rohani anak serta tersedianya pendidikan bagi anak
• Terjaminnya keselamatan agama orang tua yang
dibebani kewajiban mencukupkan kebutuhan hidup keluarga
Dalan ber-KB islam membolehkan untuk Kb coitus Interuptus, IUD dan laktasi, tetapi untuk KB yang sifatnya sterilisasi seperti vasektomi dan tubektomi yang berakibat pemandulan tetap hal ini dilarang dalam agama, karena ada beberpa hal yang prinsipal, yaitu:
Dalan ber-KB islam membolehkan untuk Kb coitus Interuptus, IUD dan laktasi, tetapi untuk KB yang sifatnya sterilisasi seperti vasektomi dan tubektomi yang berakibat pemandulan tetap hal ini dilarang dalam agama, karena ada beberpa hal yang prinsipal, yaitu:
Sterilisasi bertentangan dengan tujuan pokok
perkawinan menurut islam , yakni : perkawinan lelaki dan wanita selain
bertujuan unutk mendapatkan kebhagiaan suami istri dalam hidupnya dunia
akhirat, jiga unutk mendapatkan keturunan yang sah yang diharapakan menjadi
anak yang saleh sebagai penerus cita-citanya.
Mengubah ciptaan Tuhan dengan jalan memotong dan
menghilangkan sebagian tubuh yang sehat dan berfungsi (saluran telur)
Melihat aurat orang lain (aurat besar), karena pada
dasarnya islam melarang orang melihat aurat orang lain meskipun sama jenis
kelaminnya, kecuali dalam keadaan emergency/ darurat.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Akhirnya dari pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan:
Kesimpulan
Akhirnya dari pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan:
1. didalam Al-qur`an dan Hadist , yang merupakan
sumber pokok hukum Islam dan yang menjadi pedoman hidup umat islam, tidak ada
nas yang sharih (clear steatment) yang melarang ataupun yang memerintahkan
ber-KB secara eksplisit. Karena itu hukum ber-KB harus dikembalikan kepada
kaidah kaidah hukum islam yang menyatakan Pada dasarnya segala sesuatu
perbuatan itu boleh , kecuali ada dalil yang menunjukan keharamannya.
2. keluarga berencana dalam islam, terjadi pro dan
kontra, ada yang melarang dan ada yang memperbolehkan seperti yang diuraikan
sebelumnya. Walaupun demikian dalam makalah ini saya setuju dengan
dibolehkannya kelurga berencana, karena dengan begitu akan mempermudah
pemerintah untuk pemerataan perekonomian sebagai salah satu upaya pemerintah
dalam mensejahterakan warga negaranya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Umran, Islam dan KB (PT Lentera Basritama:
jakarta. 1997.
Ali Hasan, Masail Fiqhiyah, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta. 1997.
Chuzamah, T. Yangro dkk. (ed), Problematika Hukum
Islam Kontemporer, Pustaka Firdaus, Jakarta.
2002.
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, PT Toko Gunung Agung, Jakarta, 1997
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, PT Toko Gunung Agung, Jakarta, 1997
Musthafa Kamal, Fiqih Islam, Citra Karsa Mandiri,
Yogyakarta. 2002.
Rahimahullah,(2004, 4 Desember). Hukum KB dalam islam.
Diakses 5 Desember 2010, dari
http://blog.vbaitullah.or.id/2003/02/22/48-hukum-kb-dalam-islam/